Daerah Hidupkan Dunia Film yang Mati Suri
Palembang:
Perhatian Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel terhadap perkembangan seni-budaya tak main-main, Selain dana, perhatian dan pembinaan terus dilakukan Gubernur Sumsel H Alex Noerdin. Denyut perfilman yang mati suri pun siap dihidupkan kembali.
Setelah sukses dengan film Pengejar Angin, kini film kedua pun, Gending Sriwijaya, diproduksi. Tiga penghargaan yang diperoleh film pertama buah karya sutradara muda Hanung Bramantyo menjadi indikator bahwa ‘orang daerah’ juga bisa berbuat untuk kepentingan komersial sekaligus mengangkat citra daerah.“ Pemprov Sumsel membuat film yang mengangkat keindahan daerah, sekaligus secara komersial juga laku di pasaran. Saya berharap ini dapat diikuti oleh teman-teman gubernur se-Indonesia,” ujar Alex Noerdin dalam sambutannya di Gelar Budaya dan Silaturahim Budaya, Seniman, serta Tokoh Masyarakat Sumsel, di Griya Agung Rabu malam (5/9).
Alex mengungkapkan juga, kini sudah ada provinsi lain juga bikin film sejenis. Seperti NTB dan Kalimantan. “Seandainya 80 persen dari 33 gubernur di Indonesia membuat satu film setiap tahun maka akan ada 25 film setiap tahun disumbang kan daerah untuk menyemangati dunia film yang sedang mati suri,” katanya dalam acara yang sekaligus melaunching, film Gending Sriwijaya.
Film ini, selain ditangani Hanung juga melibatkan artis papan atas seperti Julia Perez, Mathias Muchus, Slamet Rahardjo, Agus Kuncoro, dan Sharul Gunawan. Tak kurang 80 persen didukung pelaku seni dari Sumsel.Dengan produksi film serupa, lanjut mantan Bupati Muba ini, bisa membawa sejarah sekaligus informasi dari daerah dan secara komersial membawa keuntungan bagi daerah. Baik di dalam maupun luar negeriApalagi kalau film yang dihasilkan bermutu, seperti film yang dihaslkan Sumsel dan meraih tiga penghargaan. Satu dan Festival Film Indonesia, dan dua dari Festival Film Bandung.
“Cita-cita saya menjadikan film indonesia tuan rumah di negerinya sendiri. Menyedihkan, kita saat ini dijajah oleh film-film dari luar. Produksi film kita lesu darah. India saja menghasilkan 1000 film dalam setahun melalui Bollywood-nya. Indonesia hanya 20 film per tahun, terutama film cerita,” katanya.
Karenanya, Alex berharap, apa yang dilakukan Sumsel menjadi terdepan dan teladan bagi daerah daerah lain di Indonesia untuk perkembangan film di Indonesia. Diakui Alex, kritikan akan diterimanya sama seperti pad a film perdana. Tapi dijelaskannya, keterlibatan lokal sudah sedemikian besar. Mulai dari casting terbuka dan pelibatan artis-artis daerah. Selama kritikan itu membangun akan kita terima dengan lapang dada. Mari kita hargai buah kreasi orang- orang yang berdedikasi dan punya komitmen ingin mengembalikan kejayaan sriwijaya, melalui salah satunya, film Gending Sriwijaya,” ajaknya.
Bagi Hanung Bramantyo sendiri, keterlibatannya dalam film berbasis di daerah telah membuatnya lebh mengenal sejarah. “Sejak dua tahun terakhir, saya menjadi sangat akrab dengan kejayaan Sriwijaya . Sebelumnya hanya selintas di bangku sekolah, ini yang akan ditularkan melalui layar lebar,” ujarnya.
Perhatian Lebih
Perhatian Gubernur Sumsel terhadap seni-buda ya memang diakui beberapa budayawan dan seniman di Sumsel. Selain dana, perhatian yang diberikan sudah sangat cukup. Meskipun memang perlu ada evaluasi agar distribusi dan penyerapannya bisa lebih optimal.
Zulkhair Ali, Ketua Dewan Kesenian Sumsel mengemukakan di awal menjabat saja, anggaran Rp 2 milyar yang dijanjikannya saat orasi budaya langsung direalissikan dalam APBD.“Dana itu terealisasi. Hanya saja pencairanya ternyata tidak sederhana. Seperti kita ketahui seniman itu sulit soal administrasi dan laporan. Tahap pertama yang dijanjikan sebesar Rp 2 miliar itu memang ada. Kita sendiri sempat bingung. Kami sudah susun program dan jadwalkan memberikan dana pembinaan bagi 100 sanggar yang ada, masing-masing Rp 5 juta. Ternyata tidak boleh untuk dana pembinaan,” ujarnya. Akibatnya, sebagian dana tersebut tak bisa dicairkan.
Kini, pihaknya juga sudah melakukan workshop manajemen teater. “Kami buat 30 pertunjukan per tahun, 2 kali per bulan di Graha Budaya. Memang belum cukup untuk membuat kegiatan yang wah, masing-masing grup diberi Rp 5 juta. Untuk publikasinya mana, spanduk dan umbul-umbul belum. Dalam waktu dekat, pihaknya juga akan menggelar Festival Irama Batang Hari Sembilan. Ini tentu bisa terlaksana dengan topangan dana yang memadai. Meskipun dalam pelaksanananya uga melibatkan pihak lain. Dokter spesalis penyakit dalam ini mengakui masih banyak Pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Masih banyak seniman yang belum tersentuh. “Namun perhatian pemerintah sudah sangat luar biasa. Bandingkan dalam era kepemimpinanya sebelumnya, dana operasional selama pemerintahannya hanyaRp 200 juta,” katanya tanpa bermaksud membandingkan.
“Berbeda dengan sekarang, tahun pertama Rp 2 miliar meskipun ada yang gagal direalisasikan dan dikembalikan mencapai Rp 1,5 milyar. Tahun kedua, ada Sea games jadi banyak yang diplot ke even internasional itu, namun tetap disediakan Rp 1,2 M. Lalu tahun berikutnya, dianggarkan Rp 1,3 M.
Senada diungkapkan seniman Sumsel, Anwar Putra Bayu. Menurut penyair yang sudah merambah ke mancanegara ini, perhatian pemerintah daerah terhadap seni budaya tak bisa dipungkiri.“Beberapa kegiatan danaktivitas untuk seni budaya didorong. Padahal, sebelumnya seakan dianaktirikan. Lembaga dibantu dana lebih tinggi, dibanding sebelumnya.
“Memang belum maksimal, perlu banyak peran-peran lain, yang lebih khusus misalnya, teater, seni rupa dan lain-lain. Juga perlu adanya perda. Ini juga sudah digagas Gubernur agar pembinaan budaya bisa lebih terarah dan legalitasnya jelas. Sehingga jelas aturan dan ada rambu-rambu berkesenian,” ujarnya.
Meski menilai perlu ada dialog dan pemetaan budaya yang jelas, Febri Al Lintani, mengungkapkan perhatian pemda terhadap budaya sudah sangat memadai. “Bagus. Sudah ada perhatian. Hanya saja perlu dievaluasi, seperti apa bentuknya yang pas. Contohnya anak, tidak sekedar bantuan dana . harus ada pertimbangan apakah bermanfaat atau tidak. Jadi harus ada dialog dengan para pelaku budaya dan seni sehingga bisa tahu apa yang paling urgen dibutuhkan,” ujarnya.
Menurutnya, perhatian selama ini sudah cukup bagus. Secara politis sudah bagus, perhatian ada wujudnya. Dana terealisasi. Tinggal mungkin metodolodi dan mekanismenya yang harus diusahakan sehingga benar-benar optimal. “Kalau lihat pembangunan di negeri kita, selama ini pembangunan budaya kurang mendapat perhatian. Baik di era Orla maupun Orba. Nah di Sumsel, justru kebalikannya. Ini merupakan awal yang cukup baik untuk pertumbuhan dan perkembangan budaya,” katanya. (Sir)